InfoSehat - Serangga Tomcat menyerang ke beberapa wilayah. Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun kehadiran mereka ke pemukiman warga diduga karena rusaknya ekosistem lingkungan
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali Made Putra Suryawan di Denpasar, Senin (26/3).
"Kemungkinan habitat hidup Tomcat mulai rusak dan berkurang, karena yang dulunya belantara sawah, kini berubah menjadi daerah pemukiman," kata Putra.
Ia mengatakan, yang menjadi predator Tomcat, seperti cecak dan tokek keberadaannya semakin berkurang karena ditangkap atau diburu oleh warga.
"Serangga Tomcat sebenarnya tidak berbahaya. Jika sampai tertepuk dan terkena cairan racunnya, kulit yang terkena langsung dicuci sampai bersih, agar sampai tidak gatal," katanya.
Ia mengatakan, racun serangga Tomcat biasanya akan bereaksi 12 hingga 36 jam setelah terkena cairan racunnya," kata Putra Suryawan.
Banyaknya Tomcat yang masuk ke pemukiman, kata dia, karena serangga tersebut sangat menyukai cahaya lampu. Selain itu, pemukiman yang ada saat ini letaknya sangat dekat dengan sawah atau dibangun di bekas lahan sawah yang sudah alih fungsi menjadi pemukiman.
Ia juga menyarankan, jika jumlah serangga Tomcat makin banyak di pemukiman atau rumah penduduk, bisa ditanggulangi dengan menggunakan pestisida nabati, yakni campuran daun intaran, lengkuas dan sereh ditumbuk lalu diberi air dan difermentasi 24 sampai 48 jam.
"Airnya tersebut kemudian disaring untuk dipakai semprot Tomcat. Ini kalau populasinya tinggi, kalau sedikit cukup ditangkap saja. Tomcat tidak menggigit dan tidak menyengat. Tomcat juga bukan serangga agresif," ujarnya.
Di sawah, kata dia, serangga Tomcat berfungsi sebagai predator hama wereng ijo, wereng coklat, tungro, dan makan telur-telurnya.
"Tomcat yang muncul di Bali saat ini memang Tomcat asli Bali, tidak dibawa dari Jawa. Selama ini Tomcat merupakan predator pengendali hama penyakit, umumnya di sawah," katanya.
Sumber : kesehatan.liputan6.com
EmoticonEmoticon